Hingga saat ini, menurut data WHO, ada 1 juta balita meninggal setiap tahun akibat penyakit yang disebut Invasive Pneumoccoccal Disease (IPD). Penyakit ini cukup berbahaya dan tidak jarang menyebabkan kematian pada anak balita. Menurut dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A.(K), FACC, FESC, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), orangtua hendaknya tetap waspada terhadap bahaya serangan penyakit IPD karena dapat mengancam nyawa, terutama pada anak di bawah usia 2 tahun.
MENYEBAR DI UDARA
Saat ini, dari sekitar 25 juta balita di Indonesia, sebagian besar berpotensi terkena serangan IPD. Oleh karena itu IDAI merasa perlu mensosialisasikan bahaya penyakit IPD kepada seluruh masyarakat meski kenyataannya kita masih bergelut dengan berbagai penyakit Infeksi lain seperti demam berdarah dengue dan polio.
IPD adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus (streptoccoccus pneumoniae). Bakteri tersebut secara cepat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak (invasif) serta dapat menyebabkan infeksi selaput otak (meningitis) yang biasa disebut radang otak.
Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2 tahun pernah menjadi pembawa (carrier) bakteri pneumokokus di dalam saluran pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga bocah usia 2 tahun berisiko tinggi terkena IPD.
Bakteri ini menyebar di udara (airborne disease) melalui cairan/lendir hidung dan tenggorokan saat seseorang bersin dan batuk. Saat bersin atau batuk, jutaan partikel air liur yang sangat kecil terlontar dengan kecepatan 100 meter per detik. Partikel tersebut umumnya berdiameter sekitar 10-100 mikrometer. Partikel ini akan segera berubah menjadi partikel yang lebih kecil lagi (droplet nuclei) berukuran 1-4 mikrometer dan berisi virus atau bakteri. Inilah yang menjadi sarana penularan yang sangat cepat. Itulah sebabnya interaksi antara anak dan manula yang mengidap penyakit ini terus menerus, serta antarbayi dan anak di tempat-tempat umum, kendaraan umum, likungan tetangga, tempat penitipan anak (TPA) dan kelompok bermain (playgroup), merupakan lokasi potensial bagi penyebaran bakteri IPD ini.
SAKIT TELINGA SAMPAI AJAL MENJEMPUT
Infeksi pneumokokus merupakan infeksi bakteri yang menyerang berbagai bagian tubuh.
* Jika bakteri pneumokokus masuk ke dalam aliran darah, dikenal sebagai pneumokokus bakteremia.
* Jika bagian otak tertentu yang terserang, dikenal sebagai meningitis (radang/infeksi selaput otak).
* Jika bakteri pneumokokus menyerang paru-paru, dikenal sebagai pneumonia atau radang/infeksi paru.
* Jika telinga yang terinfeksi, dikenal sebagai otitis media akut.
Apabila terjadi bakteremia, akan muncul gangguan berbagai organ tubuh (disebut sepsis) yang akhirnya berujung pada kegagalan fungsi organ (multiorgan failure). Selain itu, pneumokokus juga bisa menyebabkan penyakit lokal yang bersifat non-invasif, seperti infeksi telinga tengah, radang paru dan sinusitis.
Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus menyerang otak. Pada kasus-kasus meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita hanya dalam kurun waktu 48 jam setelah terserang. Kalaupun dinyatakan sembuh umumnya meninggalkan kecacatan permanen, semisal gangguan pendengaran dan gangguan saraf yang selanjutnya memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam, keterbelakangan mental dan kelumpuhan.
Di Indonesia, saat ini pneumokokus menjadi salah satu dari dua penyebab utama meningitis bakteri anak-anak. Meskipun penyakit pneumokokus memuncak pada anak usia 12 bulan, kasus meningitis mungkin mulai terjadi dari usia 2 bulan.
CEGAH DENGAN IMUNISASI
Infeksi yang disebabkan pneumokokus adalah penyebab angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Berdasarkan data epidemologis, infeksi pneumokokal menyebabkan lebih dari 1 juta kematian anak-anak terutama di negara berkembang.
Pada dasarnya IPD dapat diobati dengan antiobiotik. Akan tetapi pengobatan IPD jadi semakin sulit dengan meningkatnya resistensi bakteri pneumokokus terhadap beberapa jenis antiobiotik, misalnya penisilin. Lagi pula penggunaan antibiotik untuk infeksi telinga dapat mengurangi efektivitas antibiotik itu sendiri selain meningkatkan jumlah carrier terhadap organisma yang resisten di dalam saluran pernapasan.
Itulah sebabnya, pencegahan lebih diperlukan daripada pengobatan. Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. Karena anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD, maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin. Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus bagi bayi dan anak di bawah 2 tahun.
Cara bekerjanya, merangsang sistem kekebalan dan menciptakan memori pada sistem kekebalan tubuh. Injeksi vaksin pneumokokus ke dalam tubuh memberikan pengenalan sistem kekebalan tubuh pada 7 jenis/serotipe bakteri pneumokokus yang paling umum menyerang bayi dan anak. Dengan pemberian vaksin, serangan bakteri ini di kemudian hari dapat dicegah. Studi klinis tahun 2003 menunjukkan pengurangan jumlah bayi penderita IPD sebanyak 78% setelah anak divaksinasi saat berusia di bawah 2 tahun. Bahkan FDA (Food and Drug Administration) di AS menyutujui vaksin pneumokokus sebagai satu-satunya vaksin untuk mencegah IPD pada bayi dan anak sekaligus merekomendasikan bayi dan anak di bawah usia 2 tahun untuk mendapat vaksin pneumokokus. Tak heran kalau vaksin ini diwajibkan di Amerika Serikat, Australia dan Eropa, sedangkan di Indonesia baru mulai diperkenalkan pada tahun 2006 ini.
Reaksi terhadap vaksin yang terbanyak dilaporkan adalah demam ringan < 380 Celcius, rewel, mengantuk (drowsy), dan beberapa reaksi ringan lainnya yang biasa ditemui pada pemberian berbagai jenis vaksin. Orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis anak mengenai jadwal pemberian vaksin pneumokokus baru untuk bayi dan anak di bawah 2 tahun sesuai kondisi kesehatan dan usia anak. Demi mencegah bahaya penyakit ini, setiap anak di bawah usia 2 tahun memang seyogyanya dapat divaksin.
GEJALANYA MIRIP DEMAM
Gejala IPD yang umum diantaranya napas cepat sesak, nyeri dada, menggigil disertai batuk dan demam dengan masa inkubasinya 1-3 hari. Namun gejala yang lebih spesifik bisa ditemui tergantung pada bagian tubuh mana yang diserang.
Otitis media yang berakibat infeksi pada telinga tengah, contohnya, juga memunculkan gejala lain seperti nyeri telinga, demam, rewel, dan gangguan pendengaran yang bersifat sementara. Infeksi telinga tengah cenderung terjadi berulang pada masa bayi dan kanak-kanak. Kalau sudah begini sangat mungkin si anak akan mengalami gangguan pendengaran yang bersifat menetap dan mengalami keterlambatan bicara.
Sayangnya, gejala bakteremia pada bayi kadang sulit diketahui karena awalnya serupa dengan infeksi virus biasa seperti bayi menderita demam tinggi dan terus-menerus rewel, diikuti atau tanpa infeksi saluran pernapasan. Sementara meningitis menunjukkan gejala seperti demam tinggi, nyeri kepala hebat, mual, muntah, diare, leher kaku, dan takut pada cahaya (photophobia). Selain itu bayi juga tampak rewel, lemah dan lesu (letargik), menolak makan dan pada pemeriksaan teraba ubun-ubunnya menonjol, dapat terjadi penurunan kesadaran dan kejang.
Dari ketiga bakteri yang biasa menyebabkan meningitis (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Neisseria meningitis), Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang seringkali menyerang anak di bawah 2 tahun. Meningitis karena bakteri pneumokokus ini dapat menyebabkan kematian hanya dalam waktu 48 jam. Bila sembuh pun sering kali meninggalkan kecacatan permanen.
Dikutip dari: www.tabloid-nakita.com
Selasa, Februari 19, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar